Minggu, 31 Oktober 2010

TRIP SING-MALAKA-KL (2)


Malaka terkenal sebagai Historical City, sejak ratusan tahun yang lalu terkenal sebagai pelabuhan internasional yang ramai, bangsa-bangsa penjajah silih berganti menguasainya, beragam ras dan suku datang mengunjunginya, Belanda, Portugis, Inggris meninggalkan bangunan2 pemerintahan dan benteng2 disana. Suku bangsa melayu, china, india, bahkan jawa, bugis dan bangsa barat menetap disana.

Pemerintah Malaysia dan kesultanan malaka benar2 memberikan perhatian lebih dalam pengelolaan Old town malacca dimana bangunan2 bersejarah banyak berdiri, bangunan2 tersebut dirawat dengan baik termasuk kebudayaan masyarakat di sekitarnya. Semua itu pada akhirnya bisa dijual juga sebagai paket wisata yang menarik ribuan wisatawan kesana. Wisatawan selain dapat menikmati bangunan2 bersejarah tersebut juga dapat mengamati , mengenal dan merasakan kehidupan serta kebudayaan masyarakat setempat dengan leluasa tanpa ada gangguan baik gangguan keamanan maupun spam, tidak terlihat pedagang asongan atau calo2 disini. Disana terlihat penataan kota dimana old town dijadikan sebagai daerah wisata yang dipisahkan dengan perumahan masif dan bisnis.

Setelah menikmati laksa dan cendol baba kami menyusuri keramaian Jonker Street sampai ke ujung jalan, sesudah itu berbalik arah lagi menuju sungai malaka, berbelok ke kanan arah museum maritim, enak sekali berjalan pelan2 menyusuri trotoar di malam itu, terasa tenang menikmati suasana. Dikejauhan terlihat sebuah menara dengan piringan penuh lampu diatasnya. Kamipun bergerak ke arah keramaian itu, ternyata bangunan itu adalah sebuah menara pandang dengan sebuah cabin penumpang yang dapat dinaik turunkan sehingga dapat melihat kota malacca dari ketinggian. Namanya Taming Sari Tower. Pertama kali tidak begitu tertarik untuk menaikinya terutama tiket masuknya yang 20 ringgit itu, menurut kami cukup mahal untuk duduk hanya 15 menit diatas ketinggian sana, tapi setelah dirundingkan lagi dari pada kita nanti mati penasaran ingin merasakan naik tower ini...:)  kita pun akhirnya membeli tiket tersebut. Sebelum memasuki capsul/kabin tower itu kita diminta berpose untuk diphoto, awalnya kami pikir pengambilan foto itu sudah termasuk dalam paket tiket, ternyata kalau ingin mendapatkan foto tsb kita harus membayar lagi, tapi gak harus kok.

Puas dari sana kami bermaksud kembali ke Jonker Street, namun apa daya pas pulang kami salah jalan, sebelum bangunan bernama dataran merdeka kami berbelok kekanan, di ujung jalan kami bertemu museum stamp dan gedung proklamasi, kemudian kami keluar menuju pintu gerbang dan bertemu hotel equatorial, dari sana jalan berputar2  menyusuri jalan-jalan sepi yang hanya di lalui beberapa mobil.  Ada satu jaman berputar2 di daerah sana sampai akhirnya ketemu seorang satpam yang memberikan petunjuk jalan yang benar kepada kami menuju Jonker Street. Jam 11 malam disana masih ramai dan kami pun kembali ke penginapan.

Esoknya jam 8 waktu malaysia kami sudah keluar dari penginapan memulai explore old malacca, rencananya pagi ini kami mau ngupi2 dulu namun ternyata di lorong jonker street dan sekitarnya belum ada warung yang buka, kalaupun sudah buka belum bisa menyediakan pelayanan, namun akhirnya di jembatan sungai malaka alias di ujung jalan jonker kami menemukan restaurant yang sudah melayani tamu2 nya, disana kami memesan chicken rice ball, makanan yang terkenal disana. harganya hanya 6 ringgit perorang. Chicken rice ball di sajikan dengan sepotong ayam besar di sebuah piring besar dan rice ball nya di masing2 piring kami.

Sehabis dari sana kami mengunjungi Museum Cheng ho yang sudah buka pada pagi ini, di depan pintu kami disambut seorang pemuda yang kemudian menunjukan sebuah sumur tua kecil yang merupakan sumur yang pertama kali di buat oleh pasukan Jenderal Cheng Ho ketika pertama kali mendarat di Malacca 600 tahun yang lalu. Disana juga dijual souvenir2 malaka.
Puas dari sana kami melanjutkan kunjungan ke Dutch Square dimana berdiri bangunan gereja merah, disampingnya ada stadhuy yaitu bangunan bekas kantor gubernur yang sekarang di fungsikan menjadi museum etnografi, di halaman gereja berdiri menara jam yang juga berwarna merah. Puas foto2 disana mengabadikan diri kami kemudian menuju sebuah benteng peninggalan portugis yang kemudian di renovasi lagi sama belanda, meriam2nya masih terpelihara bagus. Kemudian menyusuri tepian sungai Malaka dan bertemulah sebuah musium milik jawatan Bea Cukai malaysia, karena ada tulisan " masuk percuma " alias gratis kamipun tertarik untuk masuk. Pertama kali petugasnya menyangka kami turis Thailand dan ga menyangka kalau kami dari Indonesia, mungkin jarang ada pengunjung dari Indonesia kali ya.
Di museum itu di tampilkan alat kerja petugas bea cukai dalam mengawal kerajaan dari berbagai macam barang yang dilarang. Ada mesin ketik tua, sepeda onthel, alat taksir kain, timbangan emas, teropong dsb. Ada juga seragam pegawainya dari masa ke masa, termasuk di perlihatkan juga buku
gaji para pegawai bea cukai jaman dulu. Setelah itu ada hasil tangkapan dari para penyelundup baik yang dibawa ke dalam maupun keluar kerajaan, seperti kulit binatang2 yang dilindungi, kendaraan2 bermotor yang masuk secara ilegal, narkoba dan barang2 "seni" yang berunsur pornografi dll.
Puas dari sana kami menuju museum maritim yang berbentuk kapal itu, tiket masuknya 3 ringgit.
Setelah itu menuju bukit st paul dimana terdapat gereja st paul, di bekas gereja yang berada di puncak bukit itu terlihat pemandangan luas kota malacca, didalam gereja sebagian atapnya dah ga ada ini kita melihat batu2 nisan besar yang disandarkan di dinding2 gereja, cuman kuburannya kita
ga lihat.
Turun dari bukit kita langsung sampai di bekas benteng Santiago, kalau ga salah terkenal dengan nama benteng AFarmosa.

 



















Puas photo2 disana kami juga memasuki Museum Replika istana kesulatanan malaka, harga tiket 2 ringgit. Di gerbang masuk kita dikasih plastik untuk tempat sepatu karena dilarang memakai sepatu ketika memasuki istana. Didalamnya di tampilkan diorama kisah berdirinya kota Malaka yang di buka pertama kali oleh raja Prameswara (kalo ga salah ingat) yang berasal dari Palembang. Kemudian juga kisah tentang hang Tuah dan Hang Jebat termasuk pertikaian mereka yang berakhir dengan tewasnya hang Jebat oleh Hang Tuah. Ada juga kisah Tan Perak dan Tan Ali dimana Tan Ali yang jadi bendahara Kerajaan ( orang kedua setelah raja) naksir istrinya raja. Supaya kerajaan gak pecah dan terjadi perang saudara akhirnya sang raja harus merelakan menceraikan istrinya untuk di peristri tan Ali. Selain itu dipamerkan juga baju-baju tradisional malaka dan diorama ketika raja menerima tamu dari mancanegara yang dihadiri oleh seluruh menteri dan ulama.
Keluar dari museum kami kembali ke penginapan untuk segera check out, dan setelah melaksanakan sholat Dzuhur kami menyerahkan kembali kunci kamar dan kunci pintu depan ke pemiliknya.
Di Dutch Square kami kembali menyetop bus no 17 yang menuju Malaca Sentral. Sebelum maniki bus yang menuju KL kami sempatkan makan di rumah makan Ayam, karena disini semua menu pakai ayam. saya sendiri memesan mi goreng Mamak.

Jam 4.30 akhirnya bis kami bergerak menuju Kuala Lumpur, kali ini butuh waktu 2 jam untuk mencapai terminal Bukit Jalil, dibawah hujan kami keluar dari bus, hari sudah gelap dan di luar para calo dan supir taxi mengerubungi kami. Tapi kami segera keluar menjauh dari kerumunan itu  dan dengan petunjuk seorang petugas terminal kami dapat menemukan bis umum (Rapid KL) yang menuju Puduraya. Ketika jam berangkatnya tiba bis pun berangkat tanpa harus menunggu penumpang penuh. Sepertinya Rapid KL yang dari Bukit jalil ini agak berbeda sedikit dibandingkan Rapid KL umumnya, bisnya terlihat lebih baru, full ac dan dilengkapi dengan 3 buah TV flat !!! 
Setengah delapan malam kami sampai di Terminal Puduraya yang sedang di renovasi. Dari perhentian bis kami berjalan lumayan jauh menuju pertigaan yang menuju Bukit Bintang. Kali ini kami menginap di Comfort Inn hotel tepat di tengah kawasan keramaian bukit Bintang,  di brosurnya dibilang setara bintang 2 sih, cuman kamarnya kok kecil banget. Tapi dilengkapi TV, kamar mandi di dalam dengan shower air panas dan dingin, plus handuk ,sebagian kamar tidak tersedia lemari, hotel punya kamar di 5 lantai yang dihubungi dengan lift.
Setelah mandi dan beberes kami keluar menuju Jl. Alor pusat kuliner disana, cuman berhubung ga yakin dengan halal gaknya makanan disana akhirnya pilihan kita jatuh pada satu2nya warung makan melayu disana. Saya memesan nasi goreng ayam dan teh terik dengan es sementara Rizal tertarik untuk memesan nasi goreng thailand, namun akhirnya kecewa karena yang terhidang di depannya adalah nasi goreng dengan telur dadar besar yang menutupi piringnya., ya kayak itu nasi goreng thai Zal.....

Sehabis makan kenyang, kami langkahkan kaki menyusuri Bintang Wak menikmati keramaian suasana, seperti biasa kalau malam minggu jalan tersebut penuh dengan orang-orang, pub dan cafe pun meriah dengan live music nya. Ada performance manusia yang bergaya jadi patung juga.
Jam 12 malam badan pun dah terasa lelang n mata ngantuk akhirnya kita balik ke hotel untuk beristirahat, Rizal yang tadinya mo nyoba internet hotel ga jadi , soale internetnya lemot banget.
Pagi2  jam 7 atau jam 6 waktu indonesia barat kita dah keluar, ujan rintik dan angin kencang menyambut kami di luar hotel, tapi cuaca tidak menjadi halangan, beriringan kita menuju kedai curry india di jalan tengkat tongshin untuk sarapan pagi, menunya pagi itu roti cane dan teh O. Berempat cuman abis 12 ringgit.
Abis dari sana langsung cabut ke stasiun monorail Bukit bintang dan beli tiket yang menuju stasiun akhir Titiwangsa, keluar dari sana jalan sedikit dan ketemu halte untuk menunggu bus, kalau dahulu saya naik bis U6 untuk menuju Batu cave, sekarang kami naik bus P11. Hanya sejam perjalanan dari bukit bintang menuju Batu cave yang berada di luar kota KL. Batu cave merupakan tempat peribadatan agama budha apa hindu gitu, disana ada kejadian ketika kami turun dari guanya itu melalui tangga yang tinggi dan dipenuhi kera2 yang berloncatan di pinggirannya. Dyiah yang baru beli beberapa souvenir berbentuk kalung meletakannya di dalam plastik yang di tenteng selama menuruni tangga dan ini menarik perhatiannya seekor monyet yang langsung merampas bungkusan tersebut, mungkin monyetnya menduga kalau dalam plastik itu ada makanan. Lama Dyah dan saya memohon2 tu ama monyet agar dikembalikan kalungnya, namun dicuekin, sehabis di teriak2in baru doi jatuhin sebagian kalung tsb, sedangkan separuhnya lagi dibawa lari dan akhirnya jatuh juga ke ngarai di sebelahnya.  Jadi supaya diingat disana jangan ngebungkus atau bawa barang2 pakai plastik/kantong kresek, bakalan di ambil ama monyet2 jail tersebut.
Sehabis kejadian itu Dyah malah tambah semangat bela beli souvenir lagi, di toko souvenir dekat sana ia kembali belanja2, dapat kaos gambar menara kembar seharga 10 ringgit satunya.


Dari Batu Cave kami kembali ke hotel untuk segera check out karena waktu check out jam 12. Dari hotel naik lagi monorail dan kita menuju Menara petronas, foto2 disana, liat museumnya, nyoba tap water/air kran yang bisa diminum langsung, dan sehabis sholat di taman sebelah menara kita bergegas naik monorail lagi, sekarang menuju KL Sentral untuk menaiki bus yang akan bertolak ke LCCT Air Asia di Sepang.
Ketika menaiki bus punya AirAsia ada kejadian lagi, pada  saat booking pesawat sebenarnya saya sekalian melakukan pembayaran bus tersebut tentu dengan harga diskon. Namun saya tidak tahu kalau nantinya harus memperlihatkan rincian pembayaran bus tersebut yang tercetak di halaman kedua e-tiket nya. Saya cuman print halaman pertama yang tertera nomor booking pesawat. Oleh karena itu kernet bis memaksa saya untuk membayar tiket bus karena tidak percaya saya sudah membelinya secara online. Namun setelah bersitegang beberapa lama karena saya juga ngotot ga mau bayar lagi si kenek akhirnya memberikan secarik tiket tersebut sambil cemberut. Sesampai di LCCT dengan berlari-lari kami segera check in, karena setengah jam lagi kaunternya tutup.
Penerbangan kami kembali ke Jakarta terlambat setengah jam saja, dan berhasil dengan selama mendarat di Soekarno hatta bandara. berakhir sudah perjalanan 2 negara ini. See u  team...



Selasa, 26 Oktober 2010

TRIP SING - MALACCA - KL, second visit


Akhirnya tanggal 21 oktober itu datang juga (halah)... Trip ini akhirnya bisa terlaksana juga walaupun ada beberapa kendala yang harus dihadapi sebelumnya, termasuk ada peserta yang mengundurkan diri pada saat2 terakhir padahal sudah keburu kita belikan tiket dengan tambahan biaya dari kita sendiri karena si peserta belum membayar penuh . Dan dari sekian banyak yang menyatakan berminat ikut akhirnya hadirlah 5 orang traveler  yang bersiap menjelajahi semenanjung malaya. Ini kunjungan ke dua saya ke singapore dan KL, namun yang pertama untuk yang ke malacca. 

Seperti biasa saya berangkat dari Bogor dengan menumpang bis Damri di pagi hari , tidak terlampau buru2 karena jadwal flight siang hari. Dihadang macet di jalur tol dalam kota Jakarta akhirnya sampai juga di bandara Soetta terminal II  Internasional jam 10 kurang seperempat, padahal dah janjian ketemuan disana jam 9.00. Disana ketemu dengan semua peserta yaitu Rizal dari Semarang, Yoffa ,Dyah dan temannya dari Serang , dan tanpa membuang waktu kami segera masuk ke dalam dan melakukan check ini melalui mesin self check in dan bayar airport tax sebesar 150 rb perorang.

Yoffa adalah salah seorang peserta yang sering ikut dengan trip-trip yang saya adakan jadi udah familiar dengan wajahnya. Sedangkan Dyah adalah teman kerja yoffa, sebelumnya pernah traveling tapi dengan tour arranger dan sekarang tertarik untuk ikutan nyobain traveling ala backpacker. "Banyak jalan kakinya kalo ala backpacker" saya bilang, dan dia jawab siap, no problem. Ok deh.
Rizal dari Semarang masih mahasiswa dan untuk pertama kalinya bepergian ke luar negeri. Ia sendiri tampil dengan bawaan tas backpack sebesar gaban. (mo kemping Zal? hehe....) yang bikin kami khawatir kalau ga diperbolehkan dimasukan ke kabin karena di AirAsia ada batasan besar dan berat, tapi untungnya tidak ada satupun petugas yang menghalangi dan tas besarnya itu tetap bisa mengiringi kemanapun Rizal pergi...:),  Ia berangkat dari Semarang malam hari tadi supaya bisa sampai di bandara pagi. 
Setelah check in kami beriringan menuju kaunter bebas fiskal dan diteruskan ke pemeriksaan imigrasi. Sempat tukar uang dulu di dalam bandara dan ngabisin air minum yang tersisa sebelum masuk ke boarding gate .
Tak menunggu lama panggilan untuk boarding pun terdengar, setelah penumpang hot seat masuk maka kamipun ngantri memasuki kabin pesawat. Butuh waktu satu setengah jam pesawatpun mendarat dengan selamat di bandara Changi Singapore. Ketika sampai di antrian imigrasi baru ketauan Rizal belum mendapatkan dan mengisi imigration card yang dibagikan di dalam pesawat ( mungkin disangka orang singapore ama pramugarinya ya jad ga dikasih kartunya....) jadi kita keluar dari antrian dan nungguin Rizal ngisi card nya.

Kali ini kita nginap di Footsprint Hostel di daerah Dicson Road gak jauh dari stasiun MRT Bugis. Dibanding ABC Hostel yang saya tempati dulu hostel ini terlihat lebih besar namun terkesan lebih rame , sharing bathroom nya bagi saya juga terasa kurang nyaman karena pakai sistem petakan gitu alias gak ketutup sampai keatasnya, beda dengan yang di ABC Hostel.  Tapi over all untuk penginapan ala backpacker cukuplah ( apalagi yang mo diharapkan, namanya juga backpacker hostel..) , sebelum masuk kita dibekalin cover bed dan pillow case yang nanti pas cek out harus dikembalikan, breakfast disediakan sampai jam 10 pagi, ruangannya full AC, dan di guest room ada TV Flat termasuk free internet untuk 20 menit.





Setelah check in dan istirahat sejenak ( yoffa ampe ketiduran, maklum dari Serang berangkat ke bandara jam 5 pagi !! ) kami keluar menyusuri little india dan makan di sebuah restaurant India, Saya cari aman dengan pesan nasi putih dan telur gule, sedang yang lain berexperiment dengan lauk2 yang tidak dikenal hehe.... Rizal sukses menghabiskan makanannya dengan menu nasi warna warni( nasi briyani?) plus gule kambing, sedangkan yoffa dan dyah gagal menghabiskan makanannya karena lauk yang tidak begitu cocok dengan selera.
Dari sana kami menuju MRT Litle India dan ambil tiket menuju harborfront, dan dari sana menuju pulau  sentosa untuk menikmati pertunjukan song of the sea yang jam 7.40. Tiket masuk pulau 3 dollar, tiket pertunjukan 10 dollar. Sehabis dari sana kami naik MRT lagi menuju bugis market untuk beli souvenir buat oleh2. Dari sana jalan kaki menuju penginapan dan siap2 istirahat, saya dan rizal buka internet bentar buat update di fb hehehe...
Besok pagi setelah sarapan pagi dengan roti dan susu plus buah termasuk cuci piring dan gelas sendiri kami check out dari footprints hostel dan lagi-lagi naik mrt menuju esplanade untuk mengunjungi si marlion, gedung duren dan patung kang rafles yang lagi mejeng di depan museum civilization. Setelah foto-foto di clark quey dan nyobain es potong singapore kami kembali menuju city hall mrt dan berniat mengunjungi daerah orchad. Sempat salah keluar dari stasiun mrt dan menemukan pemandangan jalan orchad yang lain dari bayangan akhirnya ketemu juga jalan orchad yang banyak orangnya :)  bentar disana duduk2 sambil ambil foto bergaya dibawah sign orchad street tanda bukti dah kesana rombongan kecil kami naik mrt lagi dan sekarang menuju tujuan akhir yaitu stasiun lavender, dimana kami akan berangkat menuju malaka.

Lagi2 sepertinya kami salah ambil exit keluar, karena berdasarkan petunjuk seharusnya kami ketika keluar langsung berhadapan dengan terminal bus singapore- malaka di depannya, tapi sekarang malah kita muncul di jl kallang. Akhirnya setelah jalan jauuuh banget menyuri jl. lavender kita menemukan terminal bus tersebut. Banyak bis yang parkir disana tapi kami hanya menemukan 4 booth loket yang terlihat di pinggir parkirannya yaitu dua loket bis singapore-malacca express dan dua lagi loket meredian bus dan delima bus. Sebenarnya saya memesan tiket delima bus pada loket yang terlihat terbuka, tapi yang saya terima malah tiket bus meredian, tapi ga apalah karena bus nya juga ga jelek-jelek amat.
Setelah menunggu 1 jaman akhirnya bus tersebut datang dan kami semua masuk ke dalamnya. Hanya butuh 4 jam perjalanan kami sampai di malaka.

Kota Malaka terlihat seperti kota2 kelas menengah di Indonesia, tidak terlampau ramai seperti Jakarta, terlihat tenang tapi tetap banyak gedung2 pencakar langit berdiri di kejauhan. Perumahan disana masih menapak di tanah dan tidak terlihat rumah penduduk ala rumah susun yang banyak terlihat di singapore dan KL. 
Setiap bus dari luar kota akan berhenti di terminal malaka sentral. Begitu turun bingung mau kemana, akhirnya kita memasuki gedung malaka sentral tersebut, ternyata didalamnya lengkap ada foodcourt, gerai2 jualan, money changer selain loket2 penjualan tiket bus. Disana 2 kali saya dicemberutin para karani, pertama waktu mo ke toilet kan harus bayar dulu tuh, saya sodorin duit 50 ringgit, penjaga toiletnya misuh2, lha biayanya cuman 30 sen bayar pake 50 ringgit, ya ga ada kembalian. Akhirnya saya diperbolehkan masuk toilet tanpa bayar. Yang kedua pas mau bayar bis kota yang menuju malaka town, pak supir misuh2 lagi ketika saya sodorin uang 50 ringgit itu, ternyata biaya bisnya cuman 1 ringgit. Ketika saya mau turun lagi untuk mecahin tu duit si pak supir ga tega juga , akhirnya setelah ngudak2 dompet ada juga kembaliannya, sorry pak cik.. baru datang nih.
BIS yang kami naiki bernomor 17 dan melewati Stadhuy atau Dutch Square yang menjadi tujuan kami, Lokasi tersebut merupakan daerah wisata dan merupakan warisan dunia yang dilindungi keasliannya.
Bis ini uelek banget sama persis seperti bus bus kota tua yang masih berkeliaran di jalan2 ibukota kita, tapi mesinnya masih ok dan bus berjalan tanpa tersendat2.
Saya lihat di Malaka ini para senior atau orang-orang tua masih sangat "mobile" dalam beraktivitas dan menggunakan transportasi umum, beberapa kali bis terpaksa berhenti lama untuk menaikan dan menurunkan penumpang yang karena faktor umur ini harus berjalan perlahan-lahan. Dan mereka ga ditemanin lo, pergi kemana2 sendiri aja. Tidak itu saja, di daerah pecinan seperti di jonker street mereka malah punya tempat untuk kongkow khusus, baik untuk berolah raga, menyanyi , ngupi2  dll nya, malah yang nungguin toko kebanyakan oma2 dan opa2 ini. Umur memang bukan halangan untuk beraktivitas yang bermanfaat ya.

Ketika bus melewati bangunan merah pak supir pun  denga lantang berteriak " yang mau ke dutch square, stadhuy, jonker street, kampung pantai turun disiniiiiiiiiiiiii......................" dan kamipun buru2 keluar dari bus.
Akhirnya kami menapakan juga kaki di malaka ini. Didepan kami berdiri megah gereja berwarna merah, disampingnya gedung stadhuy yang berfungsi sebagai museum, di pinggir jalan berdiri tegak menara jam yang berdentang setiap jam. Disini memang pusatnya wisata sejarah kota malaka. Dari gedung merah ini dengan berjalan kaki kita dapat mencapai lokasi2 bersejarah lainnya, seperti bekas benteng portugis dan belanda dengan meriamnya yang mengarah ke semua tempat termasuk mengarah ke  dalam kota (lho..). Kemudian ada juga kincir air besar yang dulunya kepunyaan sultan malaka  yang masih terawat sampai sekarang, selain itu ada juga benteng santiago, gereja st. paul, replika istana kesultanan malaka, dan gedung proklamasi kemerdekaan termasuk berbagai macam museum yang semuanya mengambil tempat di bangunan bangunan kuno yang terawat rapi dan bersih, ada museum belia, museum prangko, museum bea cukai,museum cheng ho juga museum maritim yang mengambil tempat di pinggir sungai dengan bentuk replika kapal besar portugis sesuai dengan ukuran aslinya.

Sore itu hampir jam 6 waktu malaysia, perutpun sudah merintih minta diisi, kami berdiskusi sebentar apakah mau langsung cari makan atau ke penginapan dulu, akhirnya keputusan diambil kami harus ketemu dulu penginapannya dan sehabis maghrib baru keluar cari makanan. Kemudian kami menyeberangi jembatan dan memasuki jalan hang jebat yang lebih dikenal dengan nama jalan jonker sekarang ini, disana sudah banyak warung2 pinggir jalan yang bersiap buka. Pada malam jumat ,sabtu dan minggu jalan ini memang akan dipenuhi dengan warung2 souvenir dan jajanan sehingga mobil pun dilarang melewati tempat ini, suasananya meriah  beda dengan suasana siang harinya dimana jalan ini  kembali bersih dari aktivitas jualan.

Dari sana kami berbelok ke kanan menyusuri jalan hang lekiu sampai akhirnya bertemu jalan kampung pantai. Oriental Residence nama penginapan kami kali ini. Sempat kelewatan beberapa jauh karena tampilan penginapan ini yang seperti rumah pecinaan biasa akhirnya kamipun menemukan lokasinya. Penginapan ini terdiri dari dua bangunan yang berjauhan letaknya, dan kami mendapatkan tempat di bangunan kedua tersebut. Di bangunan kedua ini hanya kami yang mengisinya yaitu dua kamar dari empat kamar yang tersedia. Kamar yang untuk cewek2 tersedia kamar mandi di dalam sementara yang untuk cowok2 kamar mandi ada dilantai 1. Lantai satu diperuntukan untuk ruang tamu,dapur, dan kamar mandi. Suasananya sepi terlebih lagi disana tidak ada pemilik yang menunggui, ga ada tv, ga ada teras, lampunya  ga pake neon tapi lampu pijar, dan lantai penginapan dilapisi kayu dan di cat merah, plus lampion merah di setiap kamar, bergaya oriental banget deh. Tapi disetiap kamar ada AC plus kipas angin kalau masih belum terasa adem. Disana kami diberikan dua buah kunci, 1 untuk kunci kamar dan 1 lagi untuk kunci pintu depan, jadi kalau mau keluar masuk harap kedua pintu dikunci.
Sehabis maghrib kami keluar menuju keramaian jalan jonker, turis asing dan turis domestik dan penduduk setempat bercampur disana menikmati keramaian, setelah pilah pilih akhirnya kami memutuskan sarapan mi laksa, porsinya besar dengan campuran mi, suwiran ayam, tahu disiram dengan kuah gule..mmm, plus es cendol baba..... 5 ringgit untuk laksanya, 2 ringgit untuk es cendolnya.