Malaka terkenal sebagai Historical City, sejak ratusan tahun yang lalu terkenal sebagai pelabuhan internasional yang ramai, bangsa-bangsa penjajah silih berganti menguasainya, beragam ras dan suku datang mengunjunginya, Belanda, Portugis, Inggris meninggalkan bangunan2 pemerintahan dan benteng2 disana. Suku bangsa melayu, china, india, bahkan jawa, bugis dan bangsa barat menetap disana.
Pemerintah Malaysia dan kesultanan malaka benar2 memberikan perhatian lebih dalam pengelolaan Old town malacca dimana bangunan2 bersejarah banyak berdiri, bangunan2 tersebut dirawat dengan baik termasuk kebudayaan masyarakat di sekitarnya. Semua itu pada akhirnya bisa dijual juga sebagai paket wisata yang menarik ribuan wisatawan kesana. Wisatawan selain dapat menikmati bangunan2 bersejarah tersebut juga dapat mengamati , mengenal dan merasakan kehidupan serta kebudayaan masyarakat setempat dengan leluasa tanpa ada gangguan baik gangguan keamanan maupun spam, tidak terlihat pedagang asongan atau calo2 disini. Disana terlihat penataan kota dimana old town dijadikan sebagai daerah wisata yang dipisahkan dengan perumahan masif dan bisnis.
Setelah menikmati laksa dan cendol baba kami menyusuri keramaian Jonker Street sampai ke ujung jalan, sesudah itu berbalik arah lagi menuju sungai malaka, berbelok ke kanan arah museum maritim, enak sekali berjalan pelan2 menyusuri trotoar di malam itu, terasa tenang menikmati suasana. Dikejauhan terlihat sebuah menara dengan piringan penuh lampu diatasnya. Kamipun bergerak ke arah keramaian itu, ternyata bangunan itu adalah sebuah menara pandang dengan sebuah cabin penumpang yang dapat dinaik turunkan sehingga dapat melihat kota malacca dari ketinggian. Namanya Taming Sari Tower. Pertama kali tidak begitu tertarik untuk menaikinya terutama tiket masuknya yang 20 ringgit itu, menurut kami cukup mahal untuk duduk hanya 15 menit diatas ketinggian sana, tapi setelah dirundingkan lagi dari pada kita nanti mati penasaran ingin merasakan naik tower ini...:) kita pun akhirnya membeli tiket tersebut. Sebelum memasuki capsul/kabin tower itu kita diminta berpose untuk diphoto, awalnya kami pikir pengambilan foto itu sudah termasuk dalam paket tiket, ternyata kalau ingin mendapatkan foto tsb kita harus membayar lagi, tapi gak harus kok.
Puas dari sana kami bermaksud kembali ke Jonker Street, namun apa daya pas pulang kami salah jalan, sebelum bangunan bernama dataran merdeka kami berbelok kekanan, di ujung jalan kami bertemu museum stamp dan gedung proklamasi, kemudian kami keluar menuju pintu gerbang dan bertemu hotel equatorial, dari sana jalan berputar2 menyusuri jalan-jalan sepi yang hanya di lalui beberapa mobil. Ada satu jaman berputar2 di daerah sana sampai akhirnya ketemu seorang satpam yang memberikan petunjuk jalan yang benar kepada kami menuju Jonker Street. Jam 11 malam disana masih ramai dan kami pun kembali ke penginapan.
Esoknya jam 8 waktu malaysia kami sudah keluar dari penginapan memulai explore old malacca, rencananya pagi ini kami mau ngupi2 dulu namun ternyata di lorong jonker street dan sekitarnya belum ada warung yang buka, kalaupun sudah buka belum bisa menyediakan pelayanan, namun akhirnya di jembatan sungai malaka alias di ujung jalan jonker kami menemukan restaurant yang sudah melayani tamu2 nya, disana kami memesan chicken rice ball, makanan yang terkenal disana. harganya hanya 6 ringgit perorang. Chicken rice ball di sajikan dengan sepotong ayam besar di sebuah piring besar dan rice ball nya di masing2 piring kami.
Sehabis dari sana kami mengunjungi Museum Cheng ho yang sudah buka pada pagi ini, di depan pintu kami disambut seorang pemuda yang kemudian menunjukan sebuah sumur tua kecil yang merupakan sumur yang pertama kali di buat oleh pasukan Jenderal Cheng Ho ketika pertama kali mendarat di Malacca 600 tahun yang lalu. Disana juga dijual souvenir2 malaka.
Puas dari sana kami melanjutkan kunjungan ke Dutch Square dimana berdiri bangunan gereja merah, disampingnya ada stadhuy yaitu bangunan bekas kantor gubernur yang sekarang di fungsikan menjadi museum etnografi, di halaman gereja berdiri menara jam yang juga berwarna merah. Puas foto2 disana mengabadikan diri kami kemudian menuju sebuah benteng peninggalan portugis yang kemudian di renovasi lagi sama belanda, meriam2nya masih terpelihara bagus. Kemudian menyusuri tepian sungai Malaka dan bertemulah sebuah musium milik jawatan Bea Cukai malaysia, karena ada tulisan " masuk percuma " alias gratis kamipun tertarik untuk masuk. Pertama kali petugasnya menyangka kami turis Thailand dan ga menyangka kalau kami dari Indonesia, mungkin jarang ada pengunjung dari Indonesia kali ya.
Di museum itu di tampilkan alat kerja petugas bea cukai dalam mengawal kerajaan dari berbagai macam barang yang dilarang. Ada mesin ketik tua, sepeda onthel, alat taksir kain, timbangan emas, teropong dsb. Ada juga seragam pegawainya dari masa ke masa, termasuk di perlihatkan juga buku gaji para pegawai bea cukai jaman dulu. Setelah itu ada hasil tangkapan dari para penyelundup baik yang dibawa ke dalam maupun keluar kerajaan, seperti kulit binatang2 yang dilindungi, kendaraan2 bermotor yang masuk secara ilegal, narkoba dan barang2 "seni" yang berunsur pornografi dll.
Puas dari sana kami menuju museum maritim yang berbentuk kapal itu, tiket masuknya 3 ringgit.
Setelah itu menuju bukit st paul dimana terdapat gereja st paul, di bekas gereja yang berada di puncak bukit itu terlihat pemandangan luas kota malacca, didalam gereja sebagian atapnya dah ga ada ini kita melihat batu2 nisan besar yang disandarkan di dinding2 gereja, cuman kuburannya kita ga lihat.
Turun dari bukit kita langsung sampai di bekas benteng Santiago, kalau ga salah terkenal dengan nama benteng AFarmosa.
Puas photo2 disana kami juga memasuki Museum Replika istana kesulatanan malaka, harga tiket 2 ringgit. Di gerbang masuk kita dikasih plastik untuk tempat sepatu karena dilarang memakai sepatu ketika memasuki istana. Didalamnya di tampilkan diorama kisah berdirinya kota Malaka yang di buka pertama kali oleh raja Prameswara (kalo ga salah ingat) yang berasal dari Palembang. Kemudian juga kisah tentang hang Tuah dan Hang Jebat termasuk pertikaian mereka yang berakhir dengan tewasnya hang Jebat oleh Hang Tuah. Ada juga kisah Tan Perak dan Tan Ali dimana Tan Ali yang jadi bendahara Kerajaan ( orang kedua setelah raja) naksir istrinya raja. Supaya kerajaan gak pecah dan terjadi perang saudara akhirnya sang raja harus merelakan menceraikan istrinya untuk di peristri tan Ali. Selain itu dipamerkan juga baju-baju tradisional malaka dan diorama ketika raja menerima tamu dari mancanegara yang dihadiri oleh seluruh menteri dan ulama.
Keluar dari museum kami kembali ke penginapan untuk segera check out, dan setelah melaksanakan sholat Dzuhur kami menyerahkan kembali kunci kamar dan kunci pintu depan ke pemiliknya.
Di Dutch Square kami kembali menyetop bus no 17 yang menuju Malaca Sentral. Sebelum maniki bus yang menuju KL kami sempatkan makan di rumah makan Ayam, karena disini semua menu pakai ayam. saya sendiri memesan mi goreng Mamak.
Jam 4.30 akhirnya bis kami bergerak menuju Kuala Lumpur, kali ini butuh waktu 2 jam untuk mencapai terminal Bukit Jalil, dibawah hujan kami keluar dari bus, hari sudah gelap dan di luar para calo dan supir taxi mengerubungi kami. Tapi kami segera keluar menjauh dari kerumunan itu dan dengan petunjuk seorang petugas terminal kami dapat menemukan bis umum (Rapid KL) yang menuju Puduraya. Ketika jam berangkatnya tiba bis pun berangkat tanpa harus menunggu penumpang penuh. Sepertinya Rapid KL yang dari Bukit jalil ini agak berbeda sedikit dibandingkan Rapid KL umumnya, bisnya terlihat lebih baru, full ac dan dilengkapi dengan 3 buah TV flat !!!
Setengah delapan malam kami sampai di Terminal Puduraya yang sedang di renovasi. Dari perhentian bis kami berjalan lumayan jauh menuju pertigaan yang menuju Bukit Bintang. Kali ini kami menginap di Comfort Inn hotel tepat di tengah kawasan keramaian bukit Bintang, di brosurnya dibilang setara bintang 2 sih, cuman kamarnya kok kecil banget. Tapi dilengkapi TV, kamar mandi di dalam dengan shower air panas dan dingin, plus handuk ,sebagian kamar tidak tersedia lemari, hotel punya kamar di 5 lantai yang dihubungi dengan lift.
Setelah mandi dan beberes kami keluar menuju Jl. Alor pusat kuliner disana, cuman berhubung ga yakin dengan halal gaknya makanan disana akhirnya pilihan kita jatuh pada satu2nya warung makan melayu disana. Saya memesan nasi goreng ayam dan teh terik dengan es sementara Rizal tertarik untuk memesan nasi goreng thailand, namun akhirnya kecewa karena yang terhidang di depannya adalah nasi goreng dengan telur dadar besar yang menutupi piringnya., ya kayak itu nasi goreng thai Zal.....
Sehabis makan kenyang, kami langkahkan kaki menyusuri Bintang Wak menikmati keramaian suasana, seperti biasa kalau malam minggu jalan tersebut penuh dengan orang-orang, pub dan cafe pun meriah dengan live music nya. Ada performance manusia yang bergaya jadi patung juga.
Jam 12 malam badan pun dah terasa lelang n mata ngantuk akhirnya kita balik ke hotel untuk beristirahat, Rizal yang tadinya mo nyoba internet hotel ga jadi , soale internetnya lemot banget.
Pagi2 jam 7 atau jam 6 waktu indonesia barat kita dah keluar, ujan rintik dan angin kencang menyambut kami di luar hotel, tapi cuaca tidak menjadi halangan, beriringan kita menuju kedai curry india di jalan tengkat tongshin untuk sarapan pagi, menunya pagi itu roti cane dan teh O. Berempat cuman abis 12 ringgit.
Abis dari sana langsung cabut ke stasiun monorail Bukit bintang dan beli tiket yang menuju stasiun akhir Titiwangsa, keluar dari sana jalan sedikit dan ketemu halte untuk menunggu bus, kalau dahulu saya naik bis U6 untuk menuju Batu cave, sekarang kami naik bus P11. Hanya sejam perjalanan dari bukit bintang menuju Batu cave yang berada di luar kota KL. Batu cave merupakan tempat peribadatan agama budha apa hindu gitu, disana ada kejadian ketika kami turun dari guanya itu melalui tangga yang tinggi dan dipenuhi kera2 yang berloncatan di pinggirannya. Dyiah yang baru beli beberapa souvenir berbentuk kalung meletakannya di dalam plastik yang di tenteng selama menuruni tangga dan ini menarik perhatiannya seekor monyet yang langsung merampas bungkusan tersebut, mungkin monyetnya menduga kalau dalam plastik itu ada makanan. Lama Dyah dan saya memohon2 tu ama monyet agar dikembalikan kalungnya, namun dicuekin, sehabis di teriak2in baru doi jatuhin sebagian kalung tsb, sedangkan separuhnya lagi dibawa lari dan akhirnya jatuh juga ke ngarai di sebelahnya. Jadi supaya diingat disana jangan ngebungkus atau bawa barang2 pakai plastik/kantong kresek, bakalan di ambil ama monyet2 jail tersebut.
Sehabis kejadian itu Dyah malah tambah semangat bela beli souvenir lagi, di toko souvenir dekat sana ia kembali belanja2, dapat kaos gambar menara kembar seharga 10 ringgit satunya.
Dari Batu Cave kami kembali ke hotel untuk segera check out karena waktu check out jam 12. Dari hotel naik lagi monorail dan kita menuju Menara petronas, foto2 disana, liat museumnya, nyoba tap water/air kran yang bisa diminum langsung, dan sehabis sholat di taman sebelah menara kita bergegas naik monorail lagi, sekarang menuju KL Sentral untuk menaiki bus yang akan bertolak ke LCCT Air Asia di Sepang.
Ketika menaiki bus punya AirAsia ada kejadian lagi, pada saat booking pesawat sebenarnya saya sekalian melakukan pembayaran bus tersebut tentu dengan harga diskon. Namun saya tidak tahu kalau nantinya harus memperlihatkan rincian pembayaran bus tersebut yang tercetak di halaman kedua e-tiket nya. Saya cuman print halaman pertama yang tertera nomor booking pesawat. Oleh karena itu kernet bis memaksa saya untuk membayar tiket bus karena tidak percaya saya sudah membelinya secara online. Namun setelah bersitegang beberapa lama karena saya juga ngotot ga mau bayar lagi si kenek akhirnya memberikan secarik tiket tersebut sambil cemberut. Sesampai di LCCT dengan berlari-lari kami segera check in, karena setengah jam lagi kaunternya tutup.
Penerbangan kami kembali ke Jakarta terlambat setengah jam saja, dan berhasil dengan selama mendarat di Soekarno hatta bandara. berakhir sudah perjalanan 2 negara ini. See u team...